Pemuda dan Agen Perubahan

Oleh : Ali Imron, S.Sos., M.A, Dosen Universitas Negeri Surabaya

Pemuda dalam banyak perjalanan historis sebuah bangsa ditempatkan sebagai aktor yang bergerak aktif dalam melahirkan sebuah perubahan. Secara etimologis (bahasa), ‘pemuda’ didefinisikan dalam berbagai ungkapan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia misalnya, ‘pemuda’ dimaknai sebagai orang muda laki-laki; taruna; orang yang masih muda; atau orang muda. Sedangkan definisi lain menjelaskan ‘pemuda’ (youth) sebagai rentang waktu hidup antara masa kanak-kanak dan kedewasaan; awal kedewasaan; status menjadi kurang pengalaman atau belum dewasa atau muda; kesegaran dan karakteristik vitalitas seorang orang muda.

Bahkan Al-Qur’an secara khusus menempatkan ‘pemuda’ pada domain firman Allah SWT. Dalam bahasa Qur’an, pemuda (asy-syabab) lebih dimaknai dalam koridor sifat dan sikap. Pertama, pemuda dianggap sebagai golongan yang berani merombak dan bertindak revolusioner terhadap tatanan sistem yang rusak (Qs. Al¬-Anbiya’: 59-60). Kedua, pemuda merupakan kelompok yang memiliki standar moralitas (iman), berwawasan, bersatu, optimis dan teguh dalam pendirian serta konsisten dengan perkataannya (QS. Al-Kahfi: 13-14); dan ketiga, seorang yang tidak berputus-asa, pantang mundur sebelum cita-citanya tercapai (QS. Al-Kahfi: 60).

Kesemua definisi di atas menempatkan pemuda sebagai sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai karakter khas yang spesifik, yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, idealis, serta memiliki moralitas. Kelemahan mencolok dari seorang pemuda adalah kontrol diri yang lemah dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah kemauan dan keberanian dalam menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri (agent of change). Tulisan ini mengkaji tentang peranan pemuda sebagai agen perubahan dan refleksi kritis atasnya.

Pemuda dalam Sejarah: Cerita yang Berserak

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pemuda senantiasa mewarnai perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya ada empat peristiwa besar di negeri ini yang menempatkan pemuda sebagai motor penggerak dan aktor perubahan. Pertama, peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Kala itu pada gelaran Kongres Pemuda II yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan pemuda dari berbagai wilayah nusantara menggemurukan eksistensi kebangsaan. Bahkan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ pertama kali diperdengarkan mengiringi geliat semangat heroisme. Sekilas memang tidak ada yang unik dalam aksi tersebut, namun semangat menggelora dari berbagai elemen pemuda yang notabene berbeda secara kultural dan sosial mengantarkan pada gerbang paradigma baru berupa persatuan dan kesatuan bangsa. Sebuah realitas yang mahal tercipta kala itu di tengah derap revolusi meraih kemerdekaan. Kedua, peristiwa Rengasdengklok. Kejadian ini memberikan sentuhan refleksi tentang keinginan kuat dari para pemuda untuk mendesak golongan tua agar segera memproklamirkan kemerdekaan. Karena aksen pemudalah proklamasi kemerdekaan akhirnya dikumandangkan.

Ketiga, revolusi yang terjadi pada akhir orde lama pada dekade 1966, yang ditandai dengan kekacauan ekonomi, sosial, dan politik akibat kegagalan pemerintahan orde lama dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang kondusif. Para pemuda yang dipelopori oleh mahasiswa dari berbagai daerah menggelar aksi demonstrasi dan mendesak pemerintahan orde lama untuk mengakhiri kekuasaannya. Keempat, pada dekade 1998, dengan kesatuan aksi para mahasiswa seluruh wilayah di nusantara yang juga mendesak pemerintahan orde baru untuk mengundurkan diri karena dianggap tidak berhasil dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat akibat krisis ekonomi yang menimpa Indonesia kala itu. Berbagai peristiwa historis tersebut menggugah kesadaran akan pentingnya persatuan yang dilandasi oleh nafas perjuangan dalam satu koridor tujuan yakni untuk kemaslahatan publik.

Pemuda Sebagai Agen Perubahan

Berbagai aksi dan peranan pemuda dalam berbagai termin sejarah semakin memperkokoh keberadaan pemuda dalam menciptakan sebuah perubahan. Berbagai perubahan yang terjadi di negeri ini menempatkan pemuda sebagai aktor utamanya. Tidak bisa dipungkiri tentang peranan pemuda sebagai pencipta perubahan, bahkan rekam historis sekalipun. Idealisme, kemauan yang kuat dan konsistensi dalam bergerak menjadi amunisi positif untuk mewujudkan ide dan cita-citanya. Kekuatan dan keinginan yang kuat untuk merubah suatu kondisi dapat mengilhami orang lain untuk senantiasa optimis dan produktif.

Perubahan menjadi indikator penting bagi keberhasilan pemuda dalam setiap gerakan-gerakan sosial yang dilakukannya. Perubahan seolah dianggap sebagai harga mati untuk senantiasa diwujudkan. Seperti ungkapan bijak yang menyatakan bahwa, “Tidak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan itu sendiri”. Pemuda pun menyadari bahwa dalam rangka menciptakan sebuah perubahan membutuhkan sesuatu yang harus dikorbankan. Artinya, pengorbanan menjadi perihal yang mutlak diperlukan untuk menciptakan kondisi yang berubah. Sebagai contoh misalnya, seorang pelajar yang ingin mendapatkan prestasi terbaik, maka dia harus mengorbankan waktunya untuk belajar dan mempersiapkan diri sebaik mungkin; mengorbankan egonya untuk tidak bermalas-malasan dan membuang waktu secara sia-sia, dan sebagainya. Maka tidak salah apabila Bung Karno pernah berujar, “Beri aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia”.

Pemuda dan Pergeseran Budaya: Sebuah Refleksi Kritis

Berbagai amunisi positif yang dimiliki sosok manusia yang bernama pemuda tidak hanya menjadi inspirasi bagi dirinya sendiri, namun juga menjadi motivator bagi kelompok lain terutama dalam mewujudkan sebuah perubahan. Namun ketika kita dihadapkan pada realitas saat ini, dimana berbagai problem dialamatkan kepada pemuda. Mulai dari fenomena pengangguran, krisis mental, sampai pada krisis moralitas senantiasa melekat pada diri pemuda. Kasus perkelahian antar mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Makasar dan perkelahian antar pelajar yang kembali marak akhir-akhir ini menjadi indikator regresitas pemuda.

Bahkan saat ini pemuda sudah sangat akrab dengan budaya pragmatisme sehingga pemuda terjebak dalam kehidupan hedonis dan budaya pop yang bermuatan konsumtif, cenderung hura-hura, dan instan. Kondisi inilah yang menjadikan pemuda tercabut dari akar idealismenya yang selama ini diagung-agungkan sehingga cenderung menjadi insan yang anti sosial dengan egoisme yang semakin mengedepan. Saat ini pemuda dihadapkan pada kondisi lemahnya kreativitas dan daya cipta. Saat ini bangsa ini di “ninabobokan” dalam suasana yang serba ada dan hanya bisa menikmati apa yang ada, tanpa berusaha menciptakan sumber daya dan peluang baru demi kepentingan masa depan. Pertanyaannya kemudian, apakah label pemuda sebagai “agen perubahan” (agent of change) saat ini masih relevan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu langkah-langkah kongkrit untuk mengembalikan pemuda pada ruhnya. Pertama, inspirasi heroik masa lalu harus menjadi pijakan dasar filosofis yang menginspirasi peran pentingnya pemuda dalam membangun bangsa. Kedua, menciptakan sebuah sistem sosial yang mampu membawa dan memperkuat pemuda pada idealisme dan semangat juang tinggi untuk berkreasi dan berinovasi. Dalam kapasitas ini diperlukan komitmen kuat dari pemerintah untuk menempatkan pemuda sebagai aktor, subjek atau pelaku, dan bukan sebagai objek dalam sejarah. Untuk memayungi kesemuanya itu perlu adanya re-edukasi moralitas yang didukung oleh semangat kebangsaan. Dalam hal ini, pendidikan menjadi medium penting untuk menjaga keberlanjutan peran pemuda dan pembentukan karakter bangsa.

,

  1. #1 by Febryan Muslich® (@thnkkrwl) on Maret 5, 2012 - 2:09 pm

    nimbrung pak… 😀
    memang sngat d syangkan pemuda pemudi jaman sekarang, banyak yang salah pergaulan pak, kaya kata koes ploes. hehe…
    yang lebih suka tunduk pada kemunafikan, yang lebih suka di injak2 oleh mereka kaum penguasa, yang lebih suka cari aman dari pada memberontak sebuah kebenaran.
    mungkin kalau dari sisi historis pak, pemuda jaman dulu nasibnya jauh beda sama pemuda jaman sekarang pak, pemuda dulu hidup dalam kondisi yang kurang enak, tertekan oleh kondisi negara yang bergejolak pula, dan melawan musuh yang sudah JELAS pula siapa (kalau sekarang kan banyak serigala berbulu kucing, eh domba ding. hehe ) jadi mereka mau tidak mau harus memberontak dan bergerak, lah kalau sekarang sudah banyak yang hidup enak, negara bergejolak pun mereka tidak tahu, selama mereka masih bisa hidup enak SEKARANG ya CUEK. hehe musuhnya pun nggak nampak 😀

Tinggalkan komentar